News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Dampak Dari Kenaikan BBM, Ini Saran Kurtubi Kepada Pemerintah

Dampak Dari Kenaikan BBM, Ini Saran Kurtubi Kepada Pemerintah

BBM

DR. H. Kurtubi, SE., M.Sp., M.Sc Putra Asli Sasak

JAKARTA, - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Bila kenaikan harga BBM ini berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat.


Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 - 2019 Dr Kurtubi menyoroti  dampak langsung dari kenaikan harga BBM, yakni inflasi berhasil dikendalikan sangat rendah, hanya 4,9%, lebih rendah dari inflasi di negara2 maju. Oleh karena itu  ALumnus Colorado School of Mines, Institut Francais du Petrole  itu berpendapat dan menyarankan ke Pemerintah agar sebaiknya jangan dulu menaikkan harga BBM Bersubsidi. Jum'at, 2/09/22.


Bahkan data terakhir dari BPS menunjukkan terjadinya DEFLASI hingga Inflasi turun dari 4,9% menjadi 4,6% .


Hal itu dikatakan putra asli Sasak Dr. Kurtubi yang juga pernah duduk di kursi DPR-RI.


Lebih lanjut , ia mengatakan harus diakui ini "prestasi" Pemerintah berhasil mengendalikan inflasi rendah sehingga ekonomi rakyat bisa mulai tumbuh. 


Sebaiknya kondisi yg sangat positif ini tetap dijaga dulu, jangan buru-buru menaikkan  harga BBM Bersubsidi.  Karena pandemi covid-19  masih menular meskipun sudah berkurang tapi dampak negatif dari Invasi/Perang Rusia - Ukraina masih sangat besar mempengaruhi supply dan harga pangan dan energi dunia.


Sedangkan bila Pemerintah mengalami kesulitan dengan APBN yang sangat terbebani dimana jumlah subsidi BBM dan LPG yg menjadi sangat besar hingga menembus Rp 500 T.  


"Saya sarankan  sebaiknya dicarikan solusi yang tidak memberatkan rakyat dan solusinya ini juga harus sesuai dengan Konstitusi. " Saran Kurtubi.


Selain itu,putra asli Sasak ini mengatakan Solusi yang saya usulkan adalah : Naikkan Penerimaan APBN dari Kegiatan Usaha Penambangan Batubara dengan jalan Pemerintah menaikkan Persentase pajak dan Royalti/ PNBP yang harus  dibayar oleh Penambang/Investor Batubara Sedemikian Rupa Sehingga Pajak dan Royalti/ PNBP yg disetor ke Negara/APBN menjadi lebih besar dari Keuntungan Bersih yang diperoleh oleh Penambang Batubara. 


Kebijakan seperti ini mengikuti praktek yg berlaku di Industri Migas Nasional, dimana dengan Sistem Kontrak Bagi Hasil di Sektor Migas, Negara/APBN dijamin memperoleh bagian yang lebih besar, sebesar  65% dan Penambang/Investor Migas memperoleh  Keuntungan Bersih 35%. 


Sistem yg berlaku di Industri Migas ini sudah berjalan dengan baik lebih 50 tahun. Sehingga Sangatlah wajar jika Penambang/Investor Batubara juga hrs setor Pajak dan PNBP ke negara lebih besar dari Keuntungan Bersih yg diperoleh setiap tahun oleh Penambang Batubara.


" Sebab Batubara dan Migas sama-sama merupakan kekayaan sumber daya energi yang ada diperut bumi yang harus dikelola untuk sebesar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 45.   Sedangkan mengenai sangat rendahnya produksi Migas yang telah terjadi selama dua puluh tahun sejak berlakunya UU Migas No.22/2001 yang sudah terbukti melanggar Konstitusi dan Tidak disukai oleh Investor. 


Saya usulkan agar UU Migas No.22/2001 ini HARUS DICABUT. Produksi migas saat ini sangat rendah, hanya sekitar 600 ribu barel per hari /bph, selama dua dekade produksi turun dari sekitar 1,5 juta bph. Akibatnya saat ini negara harus impor migas dalam jumlah besar dan dengan harga minyak dunia yg tinggi. 


Akibatnya Penerimaan APBN dari Sektor migas menjadi sangat rendah, lebih rendah dari subsidi BBM dan LPG yg bisa tembus menjadi Rp700 T di akhir tahun ?. 


"Fakta PRODUKSI migas yg sangat rendah inilah yg sebenarnya merupakan  persoalan utama yang dihadapi oleh Pemerintah, bukan SUBSIDI. Saya usulkan agar Pemerintah mengambil Kebijakan yang efektif , efisien dan Konstitusional mencabut UU Migas No.22/2001 dengan menggunakan PERPPU. " Katanya 


Kembali ke UU yang sesuai Konstitusi dan telah terbukti berhasil menaikkan produksi minyak hingga mencapai 1,7 juta bph. Indonesia menjadi Anggota OPEC, Indonesia menjadi  Exporter LNG Terbesar di dunia dan Sektor Migas menjadi sumber utama Perolehan devisa dan Penerimaan APBN.  


Solusi kembali ke Konstitusi, kembali memberlakukan  UU No.44/Prp/1960 dan UU No.8/1971 yang sebelumnya. Kedua UU ini dicabut oleh UU Migas No.22/2001 yang merupakan "perintah" IMF ketika Pemerintah pinjam uang dari IMF pada waktu terjadi Krisis moneter tahun 1998. 

(Gl 02).

Tags

Global Lombok

Yuk Daftar Sebagai Pelanggan Setia Media globallombok.co.id Dapatkan Door Prize Nginep Di Hotel Yang ada Di lombok.

Posting Komentar